Inilah Hukum Mengumpulkan Rambut Rontok Ketika Sedang Haid

Bagikandakwah  – Sahabat dakwahq Entah darimana sumbernya sudah tidak asing lagi kita mendengar masyarakat disekitar kita yang mengatakan ketika seorang wanita sedang haid dan rambut wanita yang sedang haid tersebut jatuh maka harus diambil dan disimpan rambut tersebut sampai wanita itu suci.Benarkah demikian?

Aturan tersebut juga mengingatkan, sedapat mungkin jangan memotong kuku selama haid dan kalaupun terpaksa harus dikumpulkan kemudian dimandikan Janabah bila waktu berhenti haid sudah tiba. Termasuk pula dilarang mencukur bulu kema-luan, mengeluarkan darah, atau memisahkan anggota tubuh dari badan dengan alasan yang sama. Bagaimanakah sebenarnya penjelasan masalah ini? Apakah Benar wanita wajib mengumpulkan rambutnya yang rontok saat haid?



Tidak ada syariat mengumpulkan rambut yang rontok saat wanita dalam masa Haid. Mengumpulkan rambut yang rontok, atau dicukur, atau dicabut termasuk mengumpulkan kuku yang dipotong atau yang semisal pada saat wanita sedang Haid ialah ketentuan yang tidak ada dasarnya baik dalam Al-Quran maupun As-Sunnah.

Alasan bahwa wanita pada saat sedang Haid tubuhnya ialah najis sehingga bila ada bagian tubuh yang terpotong maka bagian tersebut harus disucikan, ialah alasan yang tidak bisa diterima sebab seorang mukmin itu suci, dan tidak Najis baik dalam keadaan hidup maupun mati. Bukhari meriwayatkan;

Dari Abu Hurairah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berjumpa dengan aku padahal aku dalam keadaan junub. Beliau menggandeng tanganku hingga aku pun berjalan bersama beliau hingga beliau duduk. Aku lantas pergi diam-diam kembali ke rumah untuk mandi. Kemudian kembali lagi dan beliau masih duduk. Beliau lalu bertanya: “Kemana saja kamu tadi wahai Abu Hurairah?” Maka aku ceritakan pada beliau. Beliau lalu bersabda: “Subhanallah! Wahai Abu Hurairah, seorang Muslim itu tidaklah najis.”(H.R.Bukhari)

Alasan bahwa wanita pada saat sedang Haid tubuhnya terkena Janabah sehingga bila ada bagian tubuh yang terpotong maka bagian tersebut tetap dihukumi tubuh yang Junub yang harus disucikan juga tidak bisa diterima sebab alasan ini merupakan penetapan hukum Syara’ dengan Manthiq (logika), bukan Istinbath (penggalian hukum) Nash apa adanya. Hukum Syara’ tidak boleh ditetapkan dengan Manthiq, namun harus ditetapkan dengan Istinbath yang Syar’i.

Lagipula, Nash menunjukkan bahwa bagian tubuh yang terpisah dari badan seperti rambut dan daging tidak dihukumi Junub yang harus dimandikan sendiri seperti memandikan badan yang Junub. Abu Dawud meriwayatkan;

Dari ‘Utsaim bin Kulaib dari Ayahnya dari kakeknya bahwasanya dia pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata; Saya masuk Islam. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya: “Buanglah rambut kafirmu”. Maksudnya beliau bersabda: “Cukurlah”. Dan perawi lain telah mengabarkan kepadaku bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada orang lain yang bersamanya: “Cukurlah rambut kafirmu dan berkhitanlah (H.R.Abu Dawud)“.

Hadist tersebut menunjukkan bahwa orang yang baru masuk Islam diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk mencukur rambutnya dan berkhitan. Mencukur rambut diartikan memisahkan sebagian rambut dari tubuh. Berkhitan diartikan memisahkan sebagian daging dari tubuh. Perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada orang yang baru masuk islam untuk mencukur rambut dan berkhitan sebelum mandi besar menunjukkan bahwa bagian tubuh yang terpisah dari badan tidak dihukumi Junub sehingga harus dimandikan dulu sebelum terpisah dari tubuh. Oleh sebab itu hadist ini menunjukkan bahwa bagian tubuh yang terpisah dari badan oleh orang yang terkena Janabah tidak dihukumi Junub yang harus dimandikan tersendiri.

Yang lebih menguatkan lagi ialah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan Aisyah untuk bersisir padahal dalam kondisi Haid. Bukhari meriwayatkan;

Dari ‘Urwah bahwa ‘Aisyah berkata, “Aku bertalbiyah (memulai haji) bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada haji Wada’. Dan aku adalah di antara orang yang melaksanakannya dengan cara Tamattu’ namun tidak membawa hewan sembelihan.” Aisyah menyadari bahwa dirinya mengalami Haid dan belum bersuci hingga tiba malam ‘Arafah. Maka ‘Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah, malam ini adalah malam ‘Arafah sedangkan aku melaksanakan Tamattu’ dengan Umrah lebih dahulu?” Maka bersabdalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepadanya: “Urai dan sisirlah rambut kepalamu, lalu tahanlah Umrahmu.” Aku lalu laksanakan hal itu. Setelah aku menyelesaikan haji, beliau memerintahkan ‘Abdurrahman pada malam Hashbah (Malam di Muzdalifah) untuk melakukan Umrah buatku dari Tan’im, tempat dimana aku mulai melakukan Manasikku.”(H.R.Bukhari)

Wanita yang bersisir secara alami akan membuat sebagian rambutnya rontok. Seandainya mengumpulkan rambut saat Haid dengan maksud disucikan tersendiri disyariatkan, niscaya nabi akan mengajarkan hal tersebut kepada aisyah. Namun kenyataannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak menyinggung sama sekali masalah pengumpulan rambut. Hal ini dapat menunjukkan bahwa tidak ada syariat pengumpulan rambut, atau kuku, atau daging yang terpisah dari badan saat orang dalam keadaan Junub seperti sedang haid atau setelah berhu-bungan suami istri.

Adapun larangan memotong rambut atau kuku dengan alasan bahwa orang yang Junub bila memotong rambutnya atau kukunya, maka di akhirat seluruh bagian tubuhnya akan kembali kepadanya, serta pada hari Kiamat dia akan berdiri dalam keadaan tubuhnya mengandung Janabah dengan kadar sesuai dengan bagian tubuh yang dihilangkan dalam kondisi Junub saat di dunia, dan setiap rambut akan mengandung Janabah sesuai dengan kadar rambut yang dihilangkan dalam keadaan Junub di dunia yang mana rambut berjanabah tersebut akan menuntut pemiliknya,misalnya seperti rekomendasi Al-Ghazzali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin;

“Tidak seyogyanya mencukur rambut,memotong kuku, mencukur bulu kema-luan, mengeluarkan darah, atau memisahkan anggota tubuh dalam keadaan Junub, sebab seluruh anggota tubuh akan dikembalikan di akhirat, sehingga kembalinya dalam keadaan junub. Konon, setiap satu rambut kan menuntut hamba karena Janabahnya itu” (Ihya Ulumuddin, vol.2 hlm 51)

Itulah penjelasan tentang hukum mengumpulkan rambut rontok ketika sedang haid. Kesimpulannya kepercayaan ini tidak didasarkan pada riwayat yang shahih dan tidak dinyatakan dalam Al-Quran dan Assunnah baik secara eksplisit maupun implicit. Silah memilih sendiri dari penjelasan beberapa hadist diatas. Semoga bermanfaat.Wallahua’lam.




Sumber:Ukhtiindonesia.com


Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Inilah Hukum Mengumpulkan Rambut Rontok Ketika Sedang Haid