Rasulullah Melarang Kita Menghina Atau Mencela Orang Kafir?

Bagikandakwah – Sahabat Dakwah, pernahkah engkau bertemu orang yang ilfil dengan Islam? Meskipun tidak sampai ikutan melabeli Islam sebagai agama teroris, tapi ada sebagian orang yang masih ‘alergi’ terhadap Islam karena menganggap Islam sebagai agama yang tidak ramah dan penuh kekerasan. Hmm… Kasihan yaa, padahal Islam begitu indah, eh tapi barangkali memang ada yang salah dengan cara dakwah kita?




Dakwah akan meresap kuat ke dalam sanubari manusia ketika diikuti seruan kelembutan dan keindahan yang dijadikan sebagai jalan dakwah, pegangan kehidupan, dan pandangan dasar dalam menjalani hidup ini. Lantaran seruan lembut itu, tumbuhlah cinta dan penerimaan hati dengan penuh ketulusan. Muaranya ialah membaiknya hubungan kemasyarakatan (tahsinul 'alaqatul ijtima'iyyah).



Namun, meskipun begitu banyak ayat dan hadits yang berbicara tentang cinta, kasih sayang, dan kelembutan, mengapa yang kerap muncul ke permukaan, khususnya di media-media, ialah potret Islam yang bertolak belakang dari hal tersebut?



Saat ini tak sedikit orang yang sibuk menampilkan Islam dalam wajah sangar, penuh kebencian, dan caci-maki. Bahkan tak berhenti sampai di situ saja, mereka juga sibuk membagi-bagi kaum Muslimin menjadi golongan neraka dan surga berdasarkan kemauan mereka sendiri.

  
Kita tahu, kedamaian tidak pernah terbangun di atas kebencian. Kasih sayang tak akan mungkin tumbuh di atas bentakan dan cacian. Persatuan tidak mungkin tercipta di atas pemisahan-pemisahan berdasarkan eksklusivitas. Kedamaian, kasih sayang, dan persatuan hanya akan terwujud atas dasar cinta, kelembutan, apresiasi, dan kesatuan rasa.


Sudah waktunya bagi kita semua untuk mengkaji pesan-pesan inti dari Islam dan akhlak-akhlak utama dari Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam sang panutan. Saatnya kita membaca ulang kearifan sejarah kita sendiri. Jangan tunda-tunda lagi untuk memungut dan mengenakan mutiara-mutiara hikmah yang terserak lantas dibuang dan disia-siakan sebagaimana yang terjadi belakangan ini.
  

Jauhi Panggilan Buruk


"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk,"(QS An-Nahl [16]: 125).
  

Banyak pendakwah dan organisasi Islam di seluruh dunia menjalankan kegiatan-kegiatan dakwah mereka berdasarkan ayat ini. Empat kata kunci yang harus digarisbawahi dalam ayat ini ialah kata ‘serulah’, ‘manusia’, ‘pelajaran yang baik’, dan ‘cara yang baik’. Bagi mereka, mengundang seseorang untuk masuk Islam berarti mengajak dengan lembut, mengulurkan kepedulian, menampakkan kesantunan, dan sebagainya.



Kita tidak bisa mengundang seorang non-Muslim untuk memahami tentang Islam, atau belajar Islam, atau membuat dia tertarik kepada Islam, dengan memanggilnya ‘kafir’, ‘manusia najis’, atau panggilan-panggilan buruk lainnya. Rasulullah bahkan tidak membolehkan para penyembah berhala—yang bukan saja menentang ajaran Rasulullah, tapi juga melemparinya dengan kotoran unta, mengasingkan umat Muslim selama tiga tahun, membunuh sahabat-sahabat terdekatnya, dsb—dicela, dalam sebuah puisi bernada sarkastik oleh Hassan bin Tsabit yang mengatakan, “Bagaimana kalau sebenarnya aku bersaudara dengan mereka?” (HR Bukhari, dari Aisyah ra).

  
Kita harus mengikuti akhlak Nabi shalallaahu ‘alaihi wassalam dengan tidak menghina orang lain. Karena itu kita harus memiliki akhlak yang baik, seperti yang diajarkan oleh Nabi sendiri. Dengan demikian kita menjadi penyeru-penyeru Islam yang terbaik, dan memang begitulah seharusnya sifat para dai sejati.
  

Seorang Muslim yang membuat nama Islam menjadi buruk dengan berperilaku ekstrim, keras, emosinya tinggi, tidak mau mendengarkan pendapat orang lain, berpikiran sempit, dogmatis, dan hal-hal lain yang tidak diajarkan dalam Islam, hanya akan membuat pekerjaan para dai menjadi lebih sulit. Orang-orang seperti itu hanya membuat nama Islam semakin buruk di zaman sekarang, di mana banyak orang yang berpandangan negatif terhadap Islam.



Kita juga harus mengingat perintah dari Allah kepada Nabi Musa alaihissalam dan Harun alaihissalam,“Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut,” (QS Thaha [20]: 43-44).

  
Bahkan kepada Fir’aun yang membu nuh banyak orang tak bersalah dengan merebusnya dalam ketel minyak yang mendidih—yang telah mengaku dirinya sebagai tuhan, kita harus berbicara dengan lemah-lembut, apalagi kepada orang-orang yang lebih baik daripadanya.
  

Kata penting berikutnya ialah ‘manusia’. Ini berarti semua manusia tanpa terkecuali. Setiap non-Muslim ialah calon mualaf yang bisa mendapatkan hidayah meskipun mereka sangat anti-Islam atau berperangai buruk. Ingatlah bahwa Umar bin Khattab radiyallaahu ‘anhu dan Khalid bin Walid radiyallaahu ‘anhu, sebelum mereka berdua masuk Islam, keduanya ialah orang-orang yang sangat memusuhi Islam. Namun, akhlak mereka saat memeluk iman Islam menjadi bercahaya.


Jadi sahabat dakwah,  seorang Muslim tidak boleh terlalu memilih-milih dengan siapa dia berinteraksi.  Semoga yang singkat ini dapat bermanfaat.


Sumber : ummi-online.com
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Rasulullah Melarang Kita Menghina Atau Mencela Orang Kafir?